Bila memang cinta ini salah, mengapa kita yang harus terjatuh terlalu dalam?
(Aku Yang Salah - Elmatu)
π’π’π’
Datang, memintaku menerima cinta.
Cinta yang telah lama kau damba.
Aku, berpikir berpuluh puluh kali, beberapa kali sempat menghindari.
Dan kemudian, kau mengejar lagi.
Menagih kepastian yang kau idam.
Akhirnya, kuminta waktu.
Memintamu sebentar saja menunggu.
Keputusan yang ternyata ber adu.
Antara hati dan ego.
Waktu,
Untuk memikirkannya matang matang.
Apa aku bisa?
Menerimamu apa adanya?
Sedangkan aku, yang bukan apa dan siapa siapa.
Aku tak tahu, cinta yang kau beri itu nyata atau tidak.
Kuharap, ya.
Nyata.
Agar aku tak lagi memikirkan apa apa.
Kasih, mawarnya berduri.
"Tapi semua mawar berduri, sayang." Katamu,
Ya, aku tahu.
Memang semua mawar berduri,
Tapi milikmu itu ternyata melukai hati.
Durinya menancap di sanubari,
Mengoyakkan sunyi di hati.
Aku kira, aku tak apa apa.
Tapi ternyata benar benar terluka.
Mawar nya masih kusimpan,
Di ujung kamar dan tertatap nanar.
Sedikit layu, membuatku meragu.
Apa memang harus begini?
Kita, berbeda.
Kau memberiku bahagia,
Tapi yang kurasa sebaliknya.
Kau melawan takdir Tuhan,
"Tolong tanyakan pada Tuhanmu, bolehkah aku yang bukan umatnya mencintai hambanya?" Katamu waktu itu,
Aku menatap begitu nanar,
Mengapa saat kutemukan,
Seseorang di akhir perjalanan,
Malah ia yang begitu rawan meninggalkan.
Cinta yang ia beri, tak pantas kuterima lagi.
Perbedaan kami, mengikatku terlalu dini.
Aku pernah berada di tempat ini,
Berdiri menahan sepi.
Di hadapan sang Ilahi,
Yang memisahkanku dengannya kini.
Aku tak ingin disini lagi,
Harus menatap sepi kembali.
Lagi lagi di hadapan sang Ilahi,
Menatapmu yang harus dipisahkan lagi.
Kasih, andai saja tak ada problematika agama.
Aku tak keberatan dengan semua fana yang ada.
Andai saja dunia hanya milik berdua, aku ingin bersamamu selamanya.
Agamaku,
Agamamu.
Harus kita akhiri ini bagaimana?
Menunggu Tuhan memutuskan kehendak-Nya?
Mawarnya berduri,
Indah dipandangi namun menusuk sanubari.
Mawarnya berduri,
Kuharap memang kau yang akhirnya menjadi tambatan hati.
Kemarin kau memberi kabar, mengingatkanku akan kewajiban. Kewajiban yang harus kukerjakan, untuk agama yang ku agungkan.
Kasih,
Kulihat kau berdiri, memakai kemeja yang waktu itu kau beli. Dengan setelan celana hitam yang memikat, mengepal tangan dan berdoa di tempatmu beribadah.
Kau duduk disana, aku duduk disini.
Berbeda, dalam waktu yang sama.
Mengingat bahwa kita sudah menjadi satu, dan berharap tak akan ada lagi pilu.
Kuharap kita tetap seperti ini, tak berpisah meski kadang perbedaan itu membuat resah.
Kuharap kau dan aku tetap menjadi kita, agar tak ada lagi orang lain yang mendamba.
Dan untuk urusan agama, kuserahkan pada Yang Maha Kuasa.
Menunggu kehendak-Nya.
Menyatukan kita yang berbeda.
Dan, kuharap memang ya.
Bersatu denganmu, menjadi mimpi yang kuharap nyata.
...
ππ
Komentar
Posting Komentar