Langsung ke konten utama

Diary, 15 - Teruntuk Rekanita Seperjuangan


Setiap hal yang kita lakukan, memiliki makna dan tujuan. Apapun langkahnya, seperti apapun upayanya, sekuat apapun tenaganya. Kita satu badan. Yaitu sebuah Ikatan. Tulisan ini saya khususkan untuk Rekanita Seperjuangan IPPNU di Jakarta Utara. Selamat menikmati, dan semoga lukamu terobati.

🌈🌈

Rekanita, yang saat ini kalian rasakan itu pernah saya rasakan juga. Pernah menangis di sela sela malam? Pernah mencinta lalu terluka? Pernah ada masalah di keluarga? Dikekang orangtua untuk tidak keluar malam? Pernah menjadi bucin dan berharap diberi cincin? Pernah berada di masa ongkos tidak ada? :D Semua yang barusan saya sebutkan, pernah saya rasakan. Bahkan beberapa masih saya rasakan. 

Tapi,

Apakah itu semua harus menghambat perjuangan kita? 

Apakah karna kau menangis tiap malam, membuatmu dengan mudah berhenti berjuang? 

Apa hanya karna patah hati membuatmu ingin cepat cepat berhenti?

Apakah konflik keluarga menjadi alasanmu tidak mau bersuara? 

Apa tidak ada ongkos menghalangi langkahmu?

Sebenarnya begini, semua hal yang bernama 'masalah' pasti ada 'penyelesaiannya'. Yakini itu. Dan percaya, bahwa perjuangan kita tidak berhenti disini saja. 

Menangis di beberapa malam sering saya lakukan, menangisi apa saja yang memang bisa di tangisi. Tapi itu semua tidak menghambat saya untuk terus berjuang disini. Kenapa? Karna orang orang tidak membutuhkan tangisanmu, yang orang butuhkan adalah hasil dari tangisanmu. 

Patah di hati jelas pernah saya rasakan. Bahkan rasanya ingin hilang saja dari muka bumi, saat hati ini sedang sakit sekali. Rasanya diri ini sangat ambyarrrr. Galau. Sedih. Ingin makan orang. Tapi, itu semua masih tidak boleh membuat saya berhenti sampai disini. Saya butuh penyembuh. Rekanita di Jakarta Utara tidak boleh melihat saya ambyarrr. Karna mereka jelas tidak membutuhkan itu. 

Setiap orang pasti mempunyai masalah nya masing masing, bisa karna apapun. Misalnya konflik di Keluarga. Saya pernah merasa nya. Bahkan, rasanya memang menyakitkan sekali. Memikirkan bagaimana jadinya kalau saya menjadi anak yang broken home. Selalu terngiang di kepala saya bagaimana saya harus berjuang. Saya anak pertama, dengan 4 adik yang masih pemula. Bagaimana jadinya jika orang tua kami berhenti mengasihi? Bagaimana rasanya menjadi seseorang yang hancur? Dulu sekali, saya pernah berusaha tidak pulang ke rumah. Mungkin ini eksklusif saya ceritakan disini. Dan disaat ini, saya dibantu oleh teman teman IPNU. Ingin sekali rasanya kembali nakal seperti dulu. Pernah tidak sih, kalian membayangkan senakal apa saya dulu? :) Dulu, semasa saya masih di bangku SMP. Semua pengalaman buruk sudah saya alami. Saya memiliki teman teman dengan berbagai macam modelan. Dari yang perokok, sampai perampok. Pernah terbayang? Bagaimana kehidupan bermain saya dulu? 

Dulu sekali, sekolah saya jauh. Saya sering menumpang di optimus prime :D istilah gaul nya BM BMan. Kenapa? Padahal uang jajan saya terbilang cukup untuk saya pulang naik angkot atau kendaraan lain yang lebih aman. Tapi, itulah kehidupan. Bagaimanapun dan apapun kelihatannya, tidak seperti apa yang sebenarnya terjadi. Saya sudah memakai kerudung dari kecil, tapi sampai di SMP kelas 3, saya masih pakai kerudung ini saat di sekolah saja. Kalau main? Saya lepas. Saya tidak punya celana panjang, yang saya punya hanya celana pendek diatas dengkul. Tidak percaya? Kalian harus percaya. 

Teman saya di dominasi oleh laki laki, dulu setiap malam saya selalu nongkrong. Yang tinggal di daerah Priok pasti tau Taman Segitiga, dulu taman itu adalah tempat paling favorite saya dan teman teman untuk sekedar berbincang di kala malam. Saya beberapa kali punya pacar, dan di taman itu saya juga berpacaran. Sudah saya bilang bukan sebelumnya, bahwa teman teman saya berbagai macam modelannya. Di taman itu, mereka yang merokok yang merokok, mereka yang minum minuman alkohol ya minum, mereka yang berpacaran ya berpacaran. 

Tapi, satu pertanyaan yang pasti kalian tanyakan. 

Teman teman saya seperti itu, apakah saya juga? 

Tidak! 

Saya tidak merokok. Saya tidak minum alkohol. 

Kenapa? Karna, teman teman saya melarang. Bahkan pernah melempar minuman alkohol itu saat salah satu teman yg baru ikut nongkrong menawari saya alkohol. Tidak percaya kah? Tidak apa apa. 

Selanjutnya mereka mengatakan, "Kita aja Ca yang ancur. Lu jangan!" Masih dengan keadaan mereka yang sudah setengah sadar dibawah pengaruh alkohol. 

Ketika saya dan teman teman main di pantai PLTU, kita kembali lagi naik optimus prime. Mereka yang laki laki, tidak meninggalkan saya dan teman teman yang perempuan. Bahkan mereka membantu kami naik. Dan mereka mengalah, membuat kami dulu yang naik. Baru mereka naik setelah tidak ada lagi yang tertinggal. 

Dengan kehidupan saya di jalanan bersama teman teman, berkelahi menjadi media penggunggah emosi. Tapi, tetap menjunjung tinggi fair (keadilan). Pernah waktu itu saya berkelahi dengan 3 orang perempuan, sebenarnya hanya dengan 1 org masalahnya. Tapi seperti biasa, 2 orang lainnya mau ikut campur. 3 orang itu mendatangi saya yang kebetulan sedang nongkrong bersama teman teman. 

"Lu Ica kan?" Kalimat pertama yg mereka tanyakan. 

Akhirnya disana adu bacot wkwk, mereka mengajak saya keluar dari zona kumpulan antara saya dan teman teman saya. Takut ikut campur katanya. Tapi, disana jelas tidak terlihat satupun dari teman teman saya yang membela saya, tidak ada. Yang mereka lakukan hanya duduk sambil mengobrol satu sama lain. Bahkan tidak memperdulikan saya yang sedang hampir berkelahi itu. Karna memang harusnya begitu. Sampai saya baku hantam, baru mereka berusaha memisahkan. "Mati Ca anak orang ntar", masih saya ingat sekali kalimat yang teman saya lontarkan waktu itu. Mereka melindungi saya dari apapun dan bagaimanapun bahayanya. 

Kami kelaparan bersama. Kehausan berjamaah. Kami kenyang masih bersama. Kami bahagia selalu bersama. 

Pertemanan yang pernah saya rasakan seperti itu. 

Sangat indah. 

Tapi, tetap salah. 

Kemudian, apakah tidak ada ongkos menghalangi kita ikut andil dalam perjuangan ini? Tidak untuk saya rekanita. 

Saya terlahir bukan dari keluarga yang cukup mampu. Ya. Saya memang miskin. Ekonominya. Tapi saya tidak mau dianggap miskin kesadaran dan ilmunya. Tidak. Saya mau orang mengenal saya bukan dari kemiskinan saya. Tapi saya mau orang mengenal saya dari perjuangan saya. 

Percaya atau tidak, di setiap perkumpulan seperti rapat, acara ini, acara itu, saya hanya selalu membawa uang paling banyak Rp. 20.000,-. Tidak percaya? Mari suatu saat nanti kita buktikan. Tapi, apakah kalian tau bahwa saya hanya membawa uang segitu? Tidak kan? Karna saya tidak pernah memberitahu siapapun. Jika uang yang saya bawa kurang dari 20.000 itu, saya berusaha mencari alternatif agar saya tetap bisa menghadiri rapat dan agenda lain. Opsi saya ada beberapa, salah satunya mencari teman yang searah dan ikut nebeng dengan dia. Biasanya yg jadi korban ya anak IPNU. Lalu opsi lainnya ya saya naik angkot saja. Lebih murah dan efisien, tapi tetap aman. Kan tidak mungkin kalau saya balik lagi seperti dulu, numpang optimus prime :D. Opsi lainnya lagi? Saya jalan kaki. (Tidak perlu dilanjutkan) wkwkwk.

Saya adalah manusia yang menurut saya memiliki karakter yang luar biasa, hanya dengan saya duduk diam tak berkata, saya bisa membuat orang lain tertarik dengan saya. Itulah hal yang saya sukai dari diri saya sendiri. 

Bukan sombong. Tapi, dalam beberapa hal kita memang harus membanggakan diri. 

Diam tidak berarti kita takut. Dan banyak bacot bukan cerminan kita pintar. 

Kamu hanya harus berjuang. 

Berhenti mengeluh! 

Jadilah rekanita yang serba bisa. 

Diminta menjadi ketua pelaksana, BISA. 
Diminta menjadi MC, BISA. 
Diminta menjadi Moderator, BISA. 
Diminta menjadi Dokumentator, BISA
Diminta menulis berita, BISA.
Diminta membuat desain acara, BISA

Apa sih yang tidak saya bisa? 

Jangan pernah berhenti berkata BISA. Karna apapun hal yang kita katakan, adalah doa kita yang akan terijabahkan. 

Mungkin umur saya masih terbilang sangat muda. Saya masih 18 tahun. Dengan minim ilmu. Tapi saya berharap, tulisan ini sedikit membuat kalian berpikir. 

"Dia aja bisa, kenapa gue engga?"

Di IPPNU tidak harus selalu menjadi kader yang lahir dari pondok pesantren. Tidak selalu harus jadi anak kiayi/ustadz. Tidak harus selalu sekolah di Madrasah Aliyah. Tidak. Saya membantah semua itu. 

Kamu sekolah di SMA? Tidak masalah, saya pun lahir dari sana. 
Kamu sekolah di SMK? Tidak apa apa, justru kami membutuhkan ilmu kejuruanmu.
Kamu bukan anak kiayi? Jelas tidak masalah, karna disini bukan lapak orang orang alim. 

IPPNU adalah jembatan kita, menjadi manusia yang lebih baik lagi tentunya. Saya berani menjanjikan itu rekanita. 

Saya lahir dari ROHIS di sekolah. Dengan satu masalah paling berat yang dulu sempat saya rasakan. Berjuang melawan 1 yayasan yang sangat berpengaruh dalam perubahan teman dan adik adik saya di ROHIS. Saya menangis di kala malam karna saya merasa perjuangan saya begitu sia sia. 

Saya pernah ada di masa saya tidak memiliki siapa siapa untuk bercerita. Saya kehilangan teman teman dan semangat saya seketika. 

Dan akhirnya, saya bertemu IPPNU dengan sebelah hati saya yang tidak percaya perjuangan saya ternyata gagal. Saya menemukan rumah. Rumah tempat saya pada akhirnya pulang. Kembali lagi saya ingatkan, saya tidak lahir dari keluarga yang agamis. Tapi berkat ROHIS, saya akhirnya menjadi kritis. 

Tidak pernah saya pungkiri, saya bisa menjadi diri saya yang sekarang karna peran ROHIS di hidup saya. Dan untuk kalian yang saat ini sedang hidup di ROHIS, selamat. Kalian adalah orang orang pilihan. 

Menulis ini, memberi saya cara pandang yang berbeda. Saat orang orang mengucil dirimu, buktikan bahwa kau bukan orang yang pantas dikucili. 

Berhenti mengatakan, TIDAK BISA. 

Rubah menjadi, GUA PASTI BISA.

Hadapi semua nya sekarang.

Untuk kalian. Surat ini saya kirim. Kisah didalamnya menjadi saksi, bahwa saya tidak sesempurna yang terlihat. 

Tapi, harus terlihat sempurna. 

Tanpa cacat sedikitpun. 

Untuk saat ini, berhenti mengeluh. 

Berhenti terlihat cacat di mata orang banyak.

Kalian bisa. 

Dan jangan lupa, jadilah diri sendiri. 

Kisah ini bukan cerita yang saya buat untuk menggurui kalian, TIDAK. Kisah ini saya kirimkan, agar kita belajar artinya perjuangan. 

Tetaplah menjadi diri kalian. 
Menangislah, karna dengan menangis duniamu sedikit demi sedikit memiliki perekat dan akan membulat dengan sempurna. 

Selamat berjuang. Saya Annisah Suci Azizah, terkenal dengan panggilan Ica. Hubungi saya jika kalian siap bercerita. Terima kasih, dan sampai jumpa. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diary, 31 - Euforia Tentangmu

Haii..  Kita keep dulu cerita lanjutan dari blog sebelumnya yaa, hehe.  Kali ini mau cerita, tentang seseorang yang gua temuin di akhir tahun 2020:) Sama kaya cerita tentang Karid, blog ini bertujuan untuk gua share perasaan gua aja. Bukan berarti gua ngejelek-jelekin dia. Nope. Tapi ini adalah cerita dari sisi gua. Even suatu saat nanti dia bisa aja cerita ttg ini di tempat lain, jadi kalian bisa liat dari kedua sisi. Ya kalo nanti ada kalimat yg isinya makian mah maklum aja ya namanya juga meluapkan perasaan wkwkw. Dan ini cerita dari sisi gua.  *Btw, anjir bgt ga si gua tuh udh ngetik ini panjang x lebar. Udh kelar malahan. EH MALAH GA KE SAVE:) ^_ Namanya gua samarin aja yaa, gua biasa manggil dia "Way" . Jadi kita panggil dia Way disini.  Awalnya kenal karna dia ini cowonya temen gua, jadi gua punya temen temen maen dari kecil di gangan. Ada Desy, Indah, Vira, Indri, Mega, Irda, Ara, Disti, Sakila. Nah dia ini cowonya temen gua Vira.  Posisi awalnya itu dulu, tahun 2020

Diary, 28 - Menjadi Diri Sendiri

Haruskah ku jadi orang berbeda, Hanya untuk membuat dirimu bahagia? Jangan lakukan. Hatiku bisa tertekan. (Percaya Aku - Chintya Gabriela) πŸ₯€πŸ₯€πŸ₯€ Beberapa minggu berjalan dengan baik, hubungan yang dijaga begitu apik. Namun, apa iya ini yang selama ini dicari? Pertanyaan itu melintas di pikiranku, berkelana mencari jawaban. Apa harus seperti ini? Saat bersamamu, aku tak merasa seperti diriku. Apa yang kusuka, tak kau suka. Apa yang kuharap, tak kau harap. Kita berbeda. Tapi, bukankah cinta yang menyatukan perbedaan? Cinta. Apa cinta itu ada diantara kita? Apa aku pantas menerima cintamu? Apa aku harus memberikan cintaku? Apa, begitu? Kasih, beri aku petunjuk. Aku tak mengerti mengapa rasanya begini, ingin rasanya berbagi cerita namun aku takut kamu tak suka. Pernah sekali aku bercerita, dan kau menjawab "Tidak usah dibahas." Lalu aku bertanya tanya di dalam hati, apa kamu tidak suka ceritaku? Apa kamu membenciku? Apa kamu risih denganku? A

Diary, 34 - The Ending Vol.2

  Wkwkwkwk, lanjuttt. Gua fikir kan emang ceritanya kaya cerita² di wattpad gitu kann, tp ternyata ngga ya. Malem itu lu akhirnya ngasih jarak diantara kita dgn lu jawab kalo lu ga ada perasaan sedikitpun buat gua. It's ok walaupun hati gua ga begitu ok dengernya wkwk. Jadi, malem itu gua memutuskan buat berhenti sampe situ aja krn memang ternyata kita gabisa bareng. Gua terlalu berharap banyak dr kisah suram antara kita bertiga ini Way, hehe. Jadi, malem itu gua udh ambil keputusan utk jauhin lu aja. Dan balik spt Ica biasanya di 6 bulan terakhir pada saat itu. Dan ending dr cerita lu sama dia pun, ga selesai malem itu juga. Jadi harus butuh waktu lebih lama buat nyelesaiin semuanya sampe bener bener clear. So, kemungkinan nya ya sangat sedikit buat gua masuk disana. Malem itu, di tengah² kota dan ditemenin rintik² hujan turun, kita bertiga kalut sama emosi masing masing. Jujur, ego gua tinggi bgt dan pengen bgt sekali aja denger lu ngebela gua didepan dia. Tp yaudah terima aja ap