Langsung ke konten utama

Diary, 06 - Overcome Our Past


Apa kamu masih ingat?

Saat saat kamu mencoba mengetuk pintu hati ku.
Memohon agar aku membukanya, mengizinkan mu masuk.

Kemudian..

Untuk pertama kalinya,

Hati kita bertemu.

Kamu memandangku,
Aku membalas dengan senyuman paling indah yang aku punya.

Lalu entah kenapa,

Aku lupa.
Bahwa itu, sudah bertahun tahun lamanya.
Dan kini, kamu tak lagi ada di depan pintu rumahku.

Kamu pergi,

Hilang,

Dan menjauh.

Masih terngiang caramu memandangku.
Menatap dalam manik mataku.

Aku gugup.

Menatap selain matamu,
Mencari celah agar aku bisa menikmati senyummu lebih lama lagi.

Sampai saat ini, memandangmu diam diam adalah kebiasaan yang paling aku sukai.

🥀🥀

Siang itu, kau mengajakku pergi bersama.
Tapi sayangnya, pesanmu kubalas 1 jam setelahnya,

Kamu pergi, tanpa menunggu balasanku.
Saat aku membalas, kau memintaku menyusul.

Kemana? Kataku,

Perpustakaan Nasional.

Tempat pertama kali kau mengajakku berkencan. Ah, aku malu.

Siang itu, akhirnya aku menyusul.

Sepanjang jalan, senyumku terurai.
Membayangkan aku akan bertemu seseorang yang aku cinta.
Duduk berhadapan,
Bercerita,
Bercanda,
Dan
Tertawa bersama.

Halte halte yang kulalui bersama bus, menjadi saksi bahwa aku sangat menantimu.

Membayangkan wajahmu, membuatku berseri.
Tak peduli orang memandangi.

Aku tak pernah sabar saat berjuang menemuimu,
Berlari,
Lagi lagi mengurai senyum dan berseri.

Namun, saat akhirnya waktu mempertemukan kita.
Aku tak tahu bahwa kau mengajak orang lain diantara kita.

Seorang, wanita.

Wanita lain.

Aku,
Diam,
Dan, tak tahu harus berkata apa.

Harapanku untuk duduk bersama dan bercerita, pupus begitu saja.

Aku mencari buku untuk kubaca sendiri.
Tenggelam di dalam rak rak tinggi disana.

Lalu, mencari tempat untuk ku singgahi.

Menjauh darimu.

Dan,

Dia.

Buku tak membantuku melupa,
Bahwa kau mengajak orang lain agar kita tak bersama.

Kemudian kau berjalan mendekatiku,
Menegur dan mengajakku pulang bersama.
Lalu, aku
Dengan patah hatiku menjawab,

"Tidak, kau duluan saja."

Dan kamu benar benar pergi,
Menjauh.
Menjauhiku.

Aku terus berpikir,

Hariku saat itu benar benar tak benar.

Setengah jam aku mencoba berpikir,
Dan kemudian memutuskan untuk berpaling,

Aku berjalan meninggalkan gedung,
Menyusuri trotoar,
Menyebrangi zebra cross,

Dan,

Sepertinya aku benar benar merindukanmu,
Aku melihatmu,
Diujung lorong halte bus,
Ah, mungkin hanya ilusi.

Tapi,

Kenapa begitu nyata?
Semakin aku dekati,
Wajahmu semakin jelas,

Saat benar benar jelas bahwa itu dirimu,
Aku memutar langkahku,
Berjalan cepat menjauhimu,
Bukan karna sakit hati,
Tapi cukuplah hari ini.

Aku berjalan lurus mengikuti arah,
Tak menoleh sedikitpun,

Tapi,

Terbesit sedikit dalam pikiranku,
Aku ingin kau mengejar,
Untuk sekedar bertanya,
Apa aku baik baik saja?

Dan lagi lagi aku berpikir,

Apakah aku baik baik saja?

Perjalanan ku sudah begitu jauh,
Aku mencoba menoleh,
Dan melihat ke belakang,
Mengadah,
Kemudian sadar,

Bahwa kau memang tak mengejar.
Aku berpikir lagi.

Apa yang harus aku lakukan?

Beberapa detik kemudian, sebuah pesan masuk
Dan tertulis, 'Sudah pulang?'

Ah,

Hancur sudah hatiku ini,
Ternyata disana kau tidak melihatku sedikitpun,
Bahkan tak tahu aku disana.
Aku membalas,

'Belum'

'Aku juga belum, masih menunggu bus datang' katamu,

Oh, aku lega.

Setidaknya, itu memang benar benar kau.
Bukan ilusi tak bertepi.

Kemudian, aku berbalik arah dan berjalan kembali ke tempat awal.
Aku juga ingin pulang.

Kau dan aku lempar kabar lewat pesan whatsapp,

Saat aku sedikit lagi sampai,
Kau mengirimku pesan,

'aku sudah naik bus, kau dimana?'

Aku semakin lega.
Dan berjalan masuk ke dalam halte,
Menunggu bus datang,

Aku tak pernah berharap bertemu denganmu lagi di hari itu,

Sudah,

Cukup.

Namun waktu memang yang paling tahu,
Sang waktu mempertemukan kita lagi,

Dan lagi lagi,

Aku hanya bisa memandangmu dari kejauhan,

Ingin sekali raga ini berlari ke arahmu,
Dan memelukmu di tengah keramaian itu.

Tapi nyali ku tak setangguh wanita di drama yang berulang kali ku tonton.

Memandangmu memang sudah menjadi kebiasaan yang aku sukai.

Walaupun kau tak pernah memandangiku kembali,

Aku melihatmu tertawa diujung sana,
Bersama wanita yang kau ajak,

Sepertinya kau bercerita hal yang lucu,
Sampai ia pun ikut tertawa.

Aku masih menjadi diriku,
Memandangmu,
Berharap kau melihat dan memanggilku.

Aku menyayangimu..

Dan,

Peluk lah aku sekali,

Untuk menyadarkanku,
Bahwa kita sudah berpisah bertahun tahun lamanya.

Can we overcome our past.

NO.

I can't.

Kau saja yang berkelana.
Jangan lupa ajak dia. Hehe🥀

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diary, 31 - Euforia Tentangmu

Haii..  Kita keep dulu cerita lanjutan dari blog sebelumnya yaa, hehe.  Kali ini mau cerita, tentang seseorang yang gua temuin di akhir tahun 2020:) Sama kaya cerita tentang Karid, blog ini bertujuan untuk gua share perasaan gua aja. Bukan berarti gua ngejelek-jelekin dia. Nope. Tapi ini adalah cerita dari sisi gua. Even suatu saat nanti dia bisa aja cerita ttg ini di tempat lain, jadi kalian bisa liat dari kedua sisi. Ya kalo nanti ada kalimat yg isinya makian mah maklum aja ya namanya juga meluapkan perasaan wkwkw. Dan ini cerita dari sisi gua.  *Btw, anjir bgt ga si gua tuh udh ngetik ini panjang x lebar. Udh kelar malahan. EH MALAH GA KE SAVE:) ^_ Namanya gua samarin aja yaa, gua biasa manggil dia "Way" . Jadi kita panggil dia Way disini.  Awalnya kenal karna dia ini cowonya temen gua, jadi gua punya temen temen maen dari kecil di gangan. Ada Desy, Indah, Vira, Indri, Mega, Irda, Ara, Disti, Sakila. Nah dia ini cowonya temen gua Vira.  Posisi awalnya itu dulu, tahun 2020

Diary, 28 - Menjadi Diri Sendiri

Haruskah ku jadi orang berbeda, Hanya untuk membuat dirimu bahagia? Jangan lakukan. Hatiku bisa tertekan. (Percaya Aku - Chintya Gabriela) 🥀🥀🥀 Beberapa minggu berjalan dengan baik, hubungan yang dijaga begitu apik. Namun, apa iya ini yang selama ini dicari? Pertanyaan itu melintas di pikiranku, berkelana mencari jawaban. Apa harus seperti ini? Saat bersamamu, aku tak merasa seperti diriku. Apa yang kusuka, tak kau suka. Apa yang kuharap, tak kau harap. Kita berbeda. Tapi, bukankah cinta yang menyatukan perbedaan? Cinta. Apa cinta itu ada diantara kita? Apa aku pantas menerima cintamu? Apa aku harus memberikan cintaku? Apa, begitu? Kasih, beri aku petunjuk. Aku tak mengerti mengapa rasanya begini, ingin rasanya berbagi cerita namun aku takut kamu tak suka. Pernah sekali aku bercerita, dan kau menjawab "Tidak usah dibahas." Lalu aku bertanya tanya di dalam hati, apa kamu tidak suka ceritaku? Apa kamu membenciku? Apa kamu risih denganku? A

Diary, 34 - The Ending Vol.2

  Wkwkwkwk, lanjuttt. Gua fikir kan emang ceritanya kaya cerita² di wattpad gitu kann, tp ternyata ngga ya. Malem itu lu akhirnya ngasih jarak diantara kita dgn lu jawab kalo lu ga ada perasaan sedikitpun buat gua. It's ok walaupun hati gua ga begitu ok dengernya wkwk. Jadi, malem itu gua memutuskan buat berhenti sampe situ aja krn memang ternyata kita gabisa bareng. Gua terlalu berharap banyak dr kisah suram antara kita bertiga ini Way, hehe. Jadi, malem itu gua udh ambil keputusan utk jauhin lu aja. Dan balik spt Ica biasanya di 6 bulan terakhir pada saat itu. Dan ending dr cerita lu sama dia pun, ga selesai malem itu juga. Jadi harus butuh waktu lebih lama buat nyelesaiin semuanya sampe bener bener clear. So, kemungkinan nya ya sangat sedikit buat gua masuk disana. Malem itu, di tengah² kota dan ditemenin rintik² hujan turun, kita bertiga kalut sama emosi masing masing. Jujur, ego gua tinggi bgt dan pengen bgt sekali aja denger lu ngebela gua didepan dia. Tp yaudah terima aja ap